Untuk seuntai kain gelap, kuno nan lusuh
dulu,
Tak pernah mencarimu
Tak pernah berpikir untuk memilikimu
Selalu ada di tiap sudut rumah
Sering dikenakan ayah
Bangga menempatkanmu di pilihan terakhir
menolakmu,
menghapusmu...
...
Yah, itu dulu.
Kini beri maaf untuk masa kecilku yang lugu
Beri kesempatan untuk mendengarkan nyanyian coretan indahmu
Beri aku daya untuk menghirup pesan dalam setiap goresan untaianmu
Beri aku rasa untuk dapat mengerti bahasa di setiap kelok corak bisumu
oh, Batik.
Syair sederhana untuk sebuah harta sakral tanah air warisan dunia.
Jika ada pertanyaan tentang hal yang paling melekat dengan Negaraku,
dengan kenyataan akan Indonesia kian memancarkan kekayaan serta ciri khas elok yang beragam dan berbeda-beda dalam satu kesatuan,
tanpa membuang waktu untuk sekedar bernapas, Aku akan menjawab,
Batik adalah cerminan Indonesia
Batik adalah warna Indonesia
Batik adalah roh Indonesia
Mungkinkah seseorang bisa mengambil bayanganmu dalam cermin?
Atau merebut warnamu ?
Atau mungkinkah seseorang berhasil mencuri rohmu ?
Adegan film laga yang cukup seru dalam jejeran tontonan yang menjenuhkan.
Berhenti membayangkan karisma perangko dan amplop yang selama ini menjadi simbol suatu kelekatan.
Tidak seperti kedua benda itu, sekeras apapun kau mencabik batik, mengoyak Indonesia, keduanya takkan pernah bisa dipisahkan.
Batik merupakan salah satu saksi sejarah Indonesia yang menimbun banyak cerita.
Di masa lampau, perempuan-perempuan Jawa telah menerapkan bermain-main dengan motif menawan itu sebagai mata pencaharian.
Merupakan suatu profesi mengagumkan pada zaman dimana hidup dan bekerja sebagai pembuat pakaian untuk kalangan bangsawan.
Dengan menggunakan alat tulis batik tradisional yang disebut canting, cairan lilin panas (malam) ditorehkan lihai di atas kain putih berbahan kapas yang dinamakan kain mori.
Seiring berkembangnya zaman dan pemikiran masyarakat, maka tumbuhlah di tengah-tengah mereka teknik membuat batik dengan cara dicap.
Kerajinan batik cap menggunakan alat stempel yang berbahan dasar tembaga.
Teknik ini tidak lain adalah gerbang dimana kaum adam memasuki tahap kelaziman untuk turut menjadi pengrajin batik.
Batik tulis yang tadinya dibuat dengan ekstra menjiwai dan berhati-hati penuh selama kurun waktu 2-3 bulan, teknik Batik cap hanya menghabiskan kurang lebih 2-3 hari untuk proses pembuatannya.
Terkesan sederhana dan mudah, namun tidak serta merta siapapun dapat membuatnya dengan baik dan benar.
Mencap batik tidak dapat diselesaikan dengan proses kilat, secepat lilin panas berpijak pada kain.
Diperlukan peralatan-peralatan khusus,
langkah-langkah yang harus dihinggapi lalu dilewati,
dan tentu saja ketelitian dan ketekunan oleh sang pengrajin.
Cara pembuatannya diawali dengan tahap membuat desain batik yang diinginkan, lalu diikuti dengan pembuatan pola stempel yang akan digunakan, tentu saja dengan model yang sama.
Kemudian perlengkapan cap di atas kain dengan aturan lapisan yang terdiri atas plastik, busa basah, kertas semen, dan kertas mika di atas meja khusus.
Tahap berikutnya adalah menyiapkan wajan datar di atas kompor menyala untuk mencairkan malam dengan cara dipanaskan.
Lalu sampailah pada tahap dimana diperlukan keterampilan dan konsentrasi, yaitu mencelupkan stempel tembaga ke dalam cairan malam, lalu mencapkannya dengan posisi sempurna di atas kain yang telah direbahkan di atas meja.
Selanjutnya kain bermotif yang baru saja dicap, dimasukkan ke dalam bak berisi cairan pewarna. Tahap pewarnaan ini dilakukan dengan cara mengaduk-aduk kain yang direndam sampai pewarna terserap dan merata pada kain, setelah itu kain diangkat dan diangin-anginkan sampai kering.
Setelah tahap pengeringan selesai, pengrajin mencelupkan dan mengaduk-aduk kain ke dalam air mendidih yang telah dicampur zat khusus penghilang lilin. Proses ini disebut Pelorodan yang bertujuan untuk mengangkat malam yang tadi telah dicapkan pada kain.
Setelah selesai, kain dibilas hingga bersih dan dijemur.
Itu sedikit ulasan lengkap tentang bagaimana kronologi perjalanan seuntai kain hingga terbatik.
Konon batik mengandung unsur misteri dalam setiap pembuatannya, dan selalu menampakkan kejutan demi kejutan jika telah berhasil diselesaikan dengan sempurna.
Seraya semakin bertumbuhnya kreatifitas, kain yang digunakan sudah mulai beraneka ragam, seperti kain poliester, rayon, sutera dan bahan sintetis lainnya.
Selain itu, batik yang mulanya hanya sebatas tradisi turun temurun, kian mulai tersebar.
Si pemakai batik makin merakyat dan tidak lagi hanya dipakai oleh kalangan berada dan pemerintah di masa itu.
Namun siapapun yang mengenakan kain batik, akan selalu ada kesan unik tersendiri.
Keterampilan yang mereka miliki mampu melahirkan seni kerajinan tangan yang bukan hanya sekedar sketsa bola-bola atau kembang dengan dedaunan di antara tangkainya, melainkan seni yang memiliki nilai spiritual tinggi.
Setiap motif batik menyiratkan makna.
canting yang menari-nari di atas kain tiap lekuknya adalah jiwa dan keyakinan dari si penulis batik.
Jejak stempel tembaga yang dicapkan pada kain merupakan lambang perasaan yang kian mewakili suara hati sang pebatik.
Memaknai batik berarti menghanyutkan diri kedalam motif-motifnya yang dramatis.
Merasakan hawa spiritualnya, dan mendengarkan pesan merdu yang tersirat dalam setiap alunan coraknya.
Bukan hanya sekedar mengenakan dan melepasnya kemudian disimpan rapi, memaknai batik adalah menghirup seni pengabdian dan perjalanan hidup di atas coretan-coretan halus.
Pada masa sekarang ini di seluruh wilayah Indonesia, semua kalangan telah tersentuh oleh aroma batik.
Ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi dari Indonesia oleh UNESCO sejak tanggal 2 Oktober 2009 adalah bukti nyata akan ikatan sakral antara Indonesia dan Batik yang mustahil untuk terklaim-lain-kan.
Corak batik juga sudah tidak dibatasi dalam kerangka pola pakaian saja.
Otak-otak kreatif menyulap mereka dalam wujud kreasi yang berdaya nilai tinggi.
Batik seolah tersenyum.
Melihat marak dan berkembangnya pengrajin batik seolah hembusan angin yang meniupkan getar jiwa.
Melihat pemimpin-pemimpin negara mengenakan batik adalah pemandangan membanggakan yang tak terpatahkan.
Melihat masyarakat se-tanah air melestarikan batik di setiap raga mereka adalah hamparan sinar hangat yang tak akan pernah mati.
Dan kata Ayah, melihatku mengenakan batik adalah cahaya malaikat kecil dalam balutan kedewasaan.
ehm, sedikit dramatisasi ceritaku bersama batik,
Aku Nuna, anak perempuan dari ayah dan ibuku.
Aku adalah anak perempuan yang seharusnya telah berpenampakan sebagai seorang wanita.
Yah, awal tahun ini umur ku genap 20 tahun.
Penampilan kekanak-kanakan membuatku bahagia
Sangat bahagia!
Sampai suatu saat aku terjebak pada sebuah perasaan dimana semua terasa tidak sesuai lagi.
Semua seolah meninggalkanku.
Tersesat dalam waktu dan berpikir akan ketidakbahagiaan yang tentunya akan melanda di suatu masa ketika aku telah berwujud nenek-nenek dan, masih kekanak-kanakan.
Ironis sekali!
Mengenakan pakaian apapun tidak kunjung menampakkan sisi kedewasaan yang membanggakan dalam diriku.
Gaya berpakaian sehari-hariku yang mengusung kaos gombrang terkesan acuh dan cenderung menggembel.
Memakai baju nona hanya membangkitkan pujian lucu dan mungil terlontar seperti rudal kepadaku.
Mengenakan pakaian pesta hanya mengundang ilusi akan riak kemeriahan suatu karnaval dan kemudian ricuh lalu terhambur mengenaskan.
Suatu ketika terlintas di benakku untuk memakai jas ayah, berharap aku terlihat dewasa dan riwayat Nuna kekanak-kanakan segera musnah.
Tanpa berniat untuk benar-benar mengenakan jas itu, kujalani hari-hariku dalam pencarian akan jati diri.
Tak disangka, aku dipertemukan dengan sebuah hari dimana aku harus memakai kemeja batik.
Pilihanku tertuju pada kemeja coklat bercorak ini, dan...
Semuanya berubah.
Aku terlihat berbeda.
Sederhana, rapi, sopan, dan memancarkan aura wanita Indonesia.
Aku suka!
Teman-temanku menganga tak kalah dramatisnya dengan cerita nyata ini.
Bergetar rasanya saat merasakan alir darah Indonesia dalam ragaku.
Aku ingin meluapkan kebanggaan ini dengan menceburkan hasrat ke dalam timbahan canting dan menulis motif-motif indah, lalu meniupkannya jiwa.
Bukankah hebat bisa merasakan berada di tengah-tengah kekentalan spiritual batik buatan tangan?
Bukan batik-batikan instan di masa kini yang hanya mengandalkan mesin percetakan sablon, kemudian dalam sekejap selesai selusin. BUKAN!
Tapi batik dengan jiwa dan kekuatan hati di dalammnya.
Batik yang selama ini membangun dan menjadi roh Indonesia.
Batik yang tanpa disentuh perkembangan teknologi pun, akan hidup selamanya.
Batik yang menyiratkan makna, menyisipkan pesan, dan melantungkan nyanyiannya.
suara batik ?
Yah, dan aku sangat ingin mendengarnya.
sumber referensi :
wikipedia.com
kratonpedia.com
penjahitkebaya.com
dan dari berbagai media lainnya.